Peluang Investasi

Pencurian Benda Cagar Budaya

Minggu, Februari 08, 2009

Kasus pencurian benda cagar budaya selama 12 tahun terakhir (1990 – 1992) sebanyak 130 kasus dengan mengorbankan 370 benda cagar budaya. Data ini menunjukkan bahwa setiap bulan terjadi pencurian 2-3 benda cagar budaya setiap kasus. Kasus pencurian berupa arca, artefak dan makara marak terjadi pada tahun 1999 karena faktor krisis ekonomi. Kondisi kawasan yang begitu luas dan kawasan yang masih dalam penelitian atau ekskavasi menyebabkan kesulitan dalam pengawasan (penjagaan) karena warga setempat (masyarakat) bebas keluar masuk pada kawasan tersebut.

Saat ini baru dilakukan penjagaan 95 situs di Jawa Tengah dari 225 situs yang ada. Hal ini menunjukkan 1/3 bagian yang telah mendapat pengamanan. Bagaimana dengan sisanya yang masih separuh lebih? Pengamanan tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja, tetapi semua. Penjualan ke luar negeri melalui bandara internasional, terutama pihak bea cukai harus memiliki birokrasi yang bersih agar dapat mencegahnya. Data yang ada pada September 2004 – Februari 2005, bea cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta telah menggagalkan 19 kasus penyelundupan (rata-rata 3-4 kasus/bulan).
Kendala dalam pemeriksaan barang di bandara dengan sinar X hanya mudah mendeteksi narkoba dan senjataapi, sulit menentukan keaslian benda cagar budaya dengan barang kerajinan antic. Untuk langkah selanjutnya, sebaiknya pihak bead an cukai mempekerjakan orang yang memiliki latar belakang (pendidikan) arkeologi agar dapat secara langsung mengidentifikasi apabila ada dugaan penyelundupan benda cagar budaya.

Tahun 1970-1980an penjagaan belum terlalu ketat, Candi Borobudur banyak kehilangan arca saat dilakukan konservasi. Kemungkinan hilangnya arca Candi Borobudur diduga terjadi sebelum pemugaran kedua (1973-1983), terutama pada masa kolonial. Pada masa kolonial, arca hilang untuk dijadikan kenang-kenangan (souvenir). Keberadaannya di luar negeri menyebabkan para kolektor asing melirik benda cagar budaya Indonesia, terutama saatdigelarnya Pameran Kolonial Internasional di Paris pada tahun 1990.

Pembuatan Monumenten Ordonnantie tahun 1931 tidak mampu melindungi benda cagar budaya, justru melapangkan penyelundupan ke Eropa oleh orang dalam. Demikian sama halnya dengan undang-undang kita no.5/1992 tentang benda cagar budaya yang selama ini belum mengalami revisi. Sehingga orang-orang merasa tidak takut dalam penjualan benda cagar budaya, baik aparat maupun masyarakat.

Tingginya permintaan benda cagar budaya berupa arca memicu timbulnya perajin tiruan. Keberadaan mereka menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif, permintaan dari luar mengenai duplikat arca asli dapat mengurangi “kemiskinan” data arkeologi. Sedangkan dampak negatifnya, apabila pembuatan duplikat untuk mengganti arca asli yang akan dijual karena mengahasilkan lebih banyak uang daripada menjual duplikatnya.

0 komentar: